"Nduk, anak perempuan ora ilok duduk di depan pintu, nanti kalau ada yang mau datang melamar kamu, balik lagi. Ora sido, Batal."
di atas merupakan salah satu kalimat yg biasa kita dengar dari ibu2 kita dulu.
saya beranggapan kalau kata "Ora ilok" diucapkan orang tua adalah untuk melarang kita melakukan sesuatu karena menganggap apa yang akan kita lakukan itu adalah sesuatu yang tidak pantas.
Kalau saat itu Ibu2 kits langsung bilang : "Nduk, anak perempuan ojo duduk di depan pintu, nanti kalau Bapakmu pulang dari sawah ndak bisa lewat". Wah yang ada mungkin kita ndak mau nurut, malah akan membantah atau EGP lah mungkin kalau bahasa gaulnya sekarang. Tapi coba saat ibu2 bilang dengan bahasa "ora ilok"-nya tadi itu, maka anak perempuannya akan langsung meninggalkan posisi itu.
"Nang, ojo lungguh neng nduwur bantal "ora ilok" menko mundak bokongmu udunen."
"Nang, ojo njaluk sogatan/suguhan yen seng duwe omah durung/ora menehi. ora ilok."
adapun hukuman yang akan mengakibatkan "bokong udunen" sepertinya tidak terbukti, karena saya hampir setiap hari duduk di kursi depan komputer yang telah saya beri bantal, tapi bokong saya belum pernah udunen. dan akhirnya saya berkesimpulan jika kata2 "ora ilok" merupakan kalimat untuk mendidik agar kita melakukan hal-hal yang sepantasnya saja. bantal kan tempat untuk kepala, kalau di buat duduk sama saja kita menganggap kepala seperti bokong. tapi don't worry bu, bantal yang saya duduki ini sudah saya patenkan menjadi tempat bokong...
Dan sekarang saya makin menyadari kalau orang tua kita selalu punya sejuta cara hebat untuk mendidik kita, anak-anaknya.
Bahkan saat kita belum mengetahui maksud perkataan mereka, saat kita belum mengerti ini A atau B, 1 atau 10, hitam dan putih, ini yang baik dan itu yang buruk. Tapi cara mereka begitu inspiratif.