Apakah dana aspirasi, usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) benar-benar dapat bermanfaat bagi program percepatan dan pemerataan pembangunan daerah? Ini pertanyaan substansi menyingkap kontroversi dana aspirasi. Hemat penulis, dana aspirasi tak mungkin dapat mendatangkan manfaat bagi daerah karena beberapa alasan fundamental.

Sebagaimana diketahui, secara konseptual saja, menggunakan terminologi yang berbeda, dana aspirasi diakui atau tidak lebih mengadopsi konsep Amerika Serikat dengan istilah populer Gentong Babi. Di negeri Paman Sam, konsep Gentong Babi awalnya diharapkan dapat mendatangkan perubahan lebih baik bagi sistem tata negara di negara itu, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. AS dinilai gagal mempraktikkan sitem Gentong Babi bagi kemakmuran daerah dan rakyat dalam sistem demokrasi. Alasannya, sistem Gentong Babi dinilai hanya menguntungkan golongan tertentu (baca: elite), serta mengacaukan sistem tata negara antara legislatif dan eksekutif.

Negara yang konon mbahnya demokrasi saja gagal menerapkan konsep Gentong Babi dalam sistem bernegara mereka. Anehnya, di Indonesia, dengan istilah berbeda tetapi substansinya sama, dana aspirasi getol diperjuangkan oleh (bukan) wakil rakyat alias DPR. Kecelakaan sejarah dilakukan DPR, mengadopsi konsep dari luar, tapi tidak pernah mengkritisi konsep dari luar itu baik kekurangan maupun kelebihannya.

Tiba-tiba saja rakyat harus menerima pil pahit, dana aspirasi senilai Rp 15 miliar untuk masing-masing anggota DPR masuk APBN 2011. Sebuah tindakan yang mencerminkan arogansi DPR (Dewan Penindas Rakyat) terhadap konstituennya. Dengan tangan besi, berbagai argumen, rasionalisasi, serta deal-deal politik dilakukan DPR untuk melegalkan dana aspirasi.

Menyadari akan hal itu, alhasil, tafsir sinis bermunculan di masyarakat menyingkap dibalik rencana dana aspirasi DPR. Penulis pikir, alasan pemerataan pembangunan daerah hanyalah kamuflase dari beberapa agenda tersembunyi beberapa elite DPR atau partai politik.

Logika sederhana, mana mungkin terjadi percepatan dan pemerataan pembangunan daerah melalui dana aspirasi jika keterwakilan anggota DPR yang berjumlah 560 anggota tidak sama di masing-masing daerah di negeri ini.

Jadi, tak berlebihan kiranya bila pembacaan dana aspirasi bermotif lain tak dapat ditepis. Boleh jadi dana aspirasi hanya menguntungkan pribadi maupun kelompok partai (besar) yang ada di DPR. Sudah bukan rahasia umum, keserakahan wakil rakyat baik atas nama pribadi maupun partai yang mengusung mereka membuat anggota dewan dapat menghalalkan segala cara demi uang dan takhta.

Dana aspirasi juga dapat merusak sistem tata negara kita. Amanah Undang-Undang bahwa DPR sebagai lembaga legislatif dengan fungsi normatif: kontrol, legislasi, serta anggaran sejatinya dapat dijalankan sebagaimana yang telah ditentukan. Namun, gagasan adanya dana aspirasi DPR sebagai lembaga legislatif secara tak langsung justru mengambil fungsi eksekutif selaku eksekutor di lapangan. Pendek kata, dana aspirasi dalam bahasa agama lebih banyak mudharat (bahaya) ketimbang manfaatnya. Ayo kita tolak dana aspirasi! ANDI ANDRIANTO Mahasiswa KPI Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Detik News – Jakarta -DPR sepertinya makin sibuk dengan kepentingan mereka ketimbang mengurus rakyat. Setelah usul kontroversial dana aspirasi Rp 25 miliar kandas, kini ada lagi usulan jatah dana rumah aspirasi Rp 200 juta untuk setiap anggota.

“Pagu anggaran untuk rumah aspirasi Rp 200 juta per anggota, totalnya sekitar Rp 122 miliar. Itu sudah disahkan dalam anggaran DPR 2011 yang totalnya Rp 3,3 T termasuk anggaran rumah aspirasi tersebut,” ujar Wakil Ketua BURT DPR Pius Lustrilanang kepada detikcom, Senin (2/8/2010).

Pius menyampaikan, usulan rumah aspirasi adalah bentuk realisasi studi banding anggota DPR ke luar negeri. Rumah aspirasi juga sudah diatur dalam tatib DPR.

“Kita hanya perlu merubah sedikit pasal agar rumah aspirasi diperuntukkan masing-masing anggota DPR. Satu anggota satu rumah aspirasi seperti parlemen di Jerman dan Prancis,” terang politisi Gerindra ini.

Pius menyampaikan, saat ini BURT DPR sudah membentuk panja rumah aspirasi khusus untuk membahas pembangunan rumah aspirasi. Jika tidak ada masalah rumah aspirasi akan dibangun tahun depan.

“Kita sudah membentuk Panja untuk membahas detil anggaran yang diperlukan per anggota DPR. Setelah itu pembangunan sudah bisa mulai dilaksanakan,” terangnya.